Wakaf produktif
Dalam tradisi umat islam di Indonesia wakaf merupakan bagian yang sudah sangat familiar, namun Ironisnya, di Indonesia banyak pemahaman masyarakat yang mengasumsikan wakaf adalah lahan yang tidak produktif bahkan mati yang perlu biaya dari masyarakat, seperti kuburan, masjid dll.
Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).
Menurut Imam Nawawi, wakaf adalah penahanan harta yang bisa dimanfaatkan dengan tetap menjaga keutuhan barangnya, terlepas dari campur tangan wakif atau lainnya, dan hasilnya disalurkan untuk kebaikan semata-mata untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Sedangkan Undang Nomor 41 tentang wakaf Pasal (1) mendefinisikan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu terntentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Harta wakaf tidak boleh diwariskan, tidak boleh hibahkan dan tidak boleh diperjual belikan.
Pada masa sekarang ini dikenal istilah wakaf produktif memang terasa asing bagi sebagian orang walaupun ditilik dari sejarah wakaf sejakzaman rasullah dan para sahabat wakaf produktiflah yang paling bnayak bukti sejarahnya.
Sebelum masuk dalam pembahasan sejarah wakaf produktif ada baiknya kita mengenal yang dimaksud dengan wakaf prosuktif. Wakaf produktif adalah sebuah skema pengelolaan donasi wakaf dari umat, yaitu dengan memproduktifkan donasi tersebut, hingga mampu menghasilkan surplus yang berkelanjutan. Donasi wakaf dapat berupa benda bergerak, seperti uang dan logam mulia, maupun benda tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan. Surplus wakaf produktif inilah yang menjadi sumber dana abadi bagi pembiayaan kebutuhan umat, seperti pembiayaan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
sejarah wakap dari zaman rasullullah,sahabat,dst
Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari ‘Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata: Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa’ad bin Muad berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW." (Asy-Syaukani: 129).
Kemudian syariat wakaf yang telah dilakukan oleh Umar bin Khatab dususul oleh Abu Thalhah. Selanjutnya disusul oleh sahabat Nabi SAW. lainnya, seperti Abu ,Utsman bin affan ,Ali bin Abi ,Mu’ads bin Jabal Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, dan rata-rata mereka mewakafkan kebun yang masih bisa dimanfaatkan,seperti kebyn kurma.
Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah, semua orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para statnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa
Jadi Sejak masa Rasulullah, masa kekhalifahan dan masa dinasti-dinasti Islam sampai sekarang wakaf masih dilaksanakan dari waktu ke waktu di seluruh negeri muslim, termasuk di Indonesia.
Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa lembaga wakaf yang berasal dari agama Islam ini telah diterima (diresepsi) menjadi hukum adat bangsa Indonesia. Di Indonesia sendiri, saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang cukup serius dengan diterbitkannya Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaannya.
fakta di Indonesia study kasus pesantern gotor:
salah satu contoh badan wakaf yang sangat produktif di indonesaia ialah badan wakaf pesantren modern gontor.deni lubis dalam sebuah jurnal di Koran nasional menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukakan oleh rahmat Djantika,dkk (tahun 1999-200).pondok pesantren modern gontor ponorogo merupakan pengelola wakaf terbaik di asia tenggara.
penngelolaan wakaf di gontor
sejak berdiri pada tahun 1926 pondok modern gontor telah banyak mengelolah tanah wakaf,hingga tahun 2004 tanah wakaf yang dimiliki ialah sebesar 320h berupa tanah kering dan tanah basah.
Tanah kering dijadikan lokasi pendiriaan sarana dan prasarana kegiatan utama yaitu megajarakan agama dari sekolah yang paling rendah sampai perguruan tinggi.tanah kering yang tidak digunakan untuk mendirikan bangunan digunakan sebagai tempat berkebun dan tempat berdirinya unit-unit usaha.Sedangkan tanah basah diperuntukan untuk menanam padi,jagung, dan palawija.
Dalam pengelolaannya tanah wakaf oleh yayasan sebagian besar dikelola para petani menggunakan system bagi hasil dan sewa tanah ,dari system bagi hasil dan sewa ini pada tahun 2003 tanah telah menghasilkan dana sekitar Rp 428juta.
kesimpulan
Dilihat dari sejarahnya dapat kita pahami bahwa ternyata wakaf telah diperuntukkan untuk kegiatan produktif,bukan hanya digunakan untuk kuburan atau masjid saja.dan jika tanah wakaf yang produktif mampu dikelola dengan baik maka sangat dimungkinkan dari wakaf produktif untuk berkontribusi bagi kesejateraan umat dan lebih luas lagi berkontribusi bagi Negara.
sumber:Koran republika,edisi kamis,28 juli 2011,jurnal ekonomi islam,pengelolaan wakaf produktif:studi kasus pondok modern gontor,oleh deni lubis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar